Di dalam lingkungan pendidikan khususnya di sekolah, yang memiliki beberapa komponen, salah satunya pendidik dan peserta didik tidak akan lepas dari sosio-kultural daerah tersebut. Sosio-kultural sudah menjadi kodrat alam yang terbentuk dari adat istiadat bermasyarakat.
Terdapat beberapa
konsep yang dapat diimplementasikan kepada peserta didik kaitannya antara
konteks lokal sosial budaya dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Diantaranya
adalah:
- 1.
Peserta
didik menyandang kodrat alam
- 2.
Peserta
didik mampu menghargai perbedaan
- 3.
Peserta
didik mampu menemukan makna hidup
- 4.
Peserta
didik mampu menghargai leluhur
Peserta didik menyandang kodrat alam
Kembali ke filosofis Ki Hajar Dewantara bahwa anak menyandang kodrat alam, seperti budaya, karakteristik dan lingkungan. Kodrat alam tersebut bahkan sudah melekat pada diri anak sebelum ia masuk ke lingkup sekolah
Pendidik tidak menghilangkan kodrat alam anak
Sebagai seorang
pendidik yang bertatap muka dengan anak setelah masuk lingkungan sekolah,
pendidik perlu menyadari bahwa anak bukan kertas kosong yang dengan bebas mau
dicoret dengan tinta warna apa. Pendidik tidak memiliki hak untuk mengubah
apalagi menghilangkan kodrat alam anak.
·
Pendidik
mengeksplor kodrat alam anak yang dibawanya
Alih-alih
mengubah kodrat anak sesuka tujuan pembelajaran, tetapi pendidik justru
diharuskan untuk mengeksplor kodrat alam anak yang telah tersedia. Pendidik
dapat menggali minat dan bakat anak agar
dapat berkembang lebih baik. Potensi anak yang ada merupakan kodrat alam yang
tidak perlu diubah-ubah.
Misalnya, anak
dengan postur tubuh yang ideal dan tinggi, dipaksa untuk mengikuti latihan bola
kaki, sedangkan anak tidak berminat sama sekali, dia lebih suka menggambar atau
melukis. Maka walau pendidik merasa anak pantas untuk menekuni bidang olah
raga, tetapi pendidik tidak dipernankan memaksa. Justru bakat anak melukis yang
harus dikembangkan agar menemukan potensi diri yang lebih hebat lagi.
Peserta didik mampu menghargai
perbedaan
Suku, adat dan
budaya di sekolah yang majemuk menuntut pendidik untuk menuntun peserta didiknya
agar saling menghargai. Menghargai dalam semua aspek di lingkup sekolah dan
Masyarakat. Bukan hanya peserta didik yang wajib memiliki etika menghargai,
tetapi juga gurunya sebagai pendidik wajib memiliki attitude baik dalam
menerapkan budaya saling menghargai.
•
Menghargai
perbedaan budaya dan adat
Mengingat
kemajemukan keluarga besar di lingkup sekolah, yang datang dari berbagai lokasi,
saling menghargai perbedaan mutlak diterapkan. Pendidik perlu memberi pemahaman
bahwa perbedaan bukanlah celah untuk mencela satu sama lain. Berbeda adalah
warna, dan warna-warni itu indah.
•
Tidak
saling merundung (bully)
Sebisa mungkin
lingkungan sekolah itu nol perundungan atau bullying. Biasanya pelaku bully
menganggap perkataannya hanya bercanda, tetapi kita tidak pernah tau sekuat
atau selemah apa mental seseorang. Maka, seperti apapun bentuknya perkataan
atau sikap merendahkan itu tidak ada sisi baiknya. Jika saling menghargai sudah
dapat diterapkan, maka aksi perundungan dapat diminimalisir.
•
Menampilkan
budaya dengan percaya diri
Demi memperkuat
kecintaan terhadap budaya daerah dan melestarikannya agar tidak punah, maka
menampilkan atau menyelenggarakan pameran budaya itu perlu dilaksanakan.
Selenggarakan event apapun itu, dan menyisipkan tampilan budaya.
Contohnya:
1.
Pada
acara perayaan hari kemerdekaan, diadakan juga karnaval budaya dengan
iring-iringan yang mengenakan pakaian adat. Kegiatan ini telah terselenggara di
Kabupaten Buru, di Kecamatan Lolong Guba dan Waeapo contohnya.
2.
Pada
acara Hari PGRI, biasanya diadakan upacara peringatan dan ditutup dengan acara
makan-makan makanan tradisional Buru. Banyak ragamnya, dari makanan berkarbohidrat
sebagai manakan pokok, sampai lauk-pauk hasil laut.
3.
Pada
acara-acara yang diselenggarakan di sekolah seperti pada saat porseni, sekolah
dapat menampilkan kelompok-kelompok untuk menarikan tarian tradisional. Cara
ini juga untuk mempererat kecintaan terhadap budaya di daerah ini.
Peserta didik mampu menemukan makna
hidup
Memang benar
bahwa guru mendidik saat ini, tetapi detik ini bukannya akhir dari kehidupan.
Sangat diharapkan bahwa apa yang guru implementasikan saat ini, dapat
bermanfaat kelak. Maka, guru perlu kiranya mampu menuntun peserta didik untuk
menemukan makna hidupnya.
Makna hidup,
tidak semata-mata hanya soal materi belaka. Makna hidup juga perkara
kesejahteraan batiniah.
Salah satu cara
memaknai hidup dalam lingkup sekolah adalah pendidik menuntun peserta didiknya
untuk dapat mengolah dan memanfaatkan hasil bumi di daerahnya untuk kebutuhan
hidup.
•
Pendidik
menuntun untuk mengolah hasil bumi daerah setempat
Alam yang kaya,
perlu sumber daya manusia agar tidak terbuang sia-sia atau malah dikuasai oleh
orang asing. Sedemikian banyak hasil bumi di Kabupaten Buru, terdapat tanaman
sederhana yang mudah untuk dibudidayakan, ditanam dan diolah di sekolah.
Contohnya tanaman singkong, yang mana banyak berbagai makanan olahan singkong
yang biasa menjadi makanan sumber karbo di Buru ini.
Menanam
singkong di lahan sekolah yang tidak butuh luas. Singkong dapat diolah menjadi
keripik, embal, direbus, dikolak dan lain-lain.
Soal
memanfaatkan hasil bumi ini juga menuai polemik. Terdapat peserta didik yang
memang berasal dari keluarga pemanfaat hasil bumi atau petani. Peserta didik di
pesisir, tidak sedikit yang meninggalkan sekolah demi memetik cengkih dan pala.
Dilema juga, tidak sekolah akan tertinggal, tidak ke kebun maka tidak memiliki
uang untuk sekolah. Hal ini bukan Cuma melibatkan guru sebagai penyelesaian.
Tetapi juga pimpinan sekolah, bimbingan konseling, orang tua tentunya.
Penanaman pemahaman tentang pendidikan perlu disosialisasikan untuk orang tua
dan anggota keluarga tentunya.
•
Pendidik
menuntun untuk menemukan makna dari hasil
Selain
memanfaatkan hasil bumi, pendidik perlu menuntun peserta didiknya untuk
menemukan makna berkelanjutan dari hasil bumi tersebut. Misalnya mengajari
untuk mengolah, memasarkan dan diberi pencerahan seperti apa untuk perkembangan
ke depan.
Peserta didik mampu menghargai
leluhur
Disadari bahwa
sebelum kita hidup, ada leluhur yang lebih dulu membentuk adat, budaya,
lingkungan yang menjadi kodrat ala manak. Perlu sekiranya anak dapat menghargai
leluhur, para pahlawan termasuk pahlawan pendidikan. Maka peserta didik
diarahkan untuk menghargai leluhur beserta adat istiadatnya.
Beberapa contoh cara menghargai
leluhur adalah:
·
Mengheningkan
cipta dan berdoa untuk arwah pahlawan
·
Berziarah
ke makam pahlawan dan guru-guru yang telah wafat
·
Mengunjungi
peninggalan sejarah di daerah setempat
Kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid sesuai konteks
lokal sosial budaya di daerah
Dari penjabaran di atas maka dapat
diambil kesimpulan kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dapat menebalkan
laku peserta didik sesuai konteks lokal budaya adalah sebagai berikut:
•
Menghargai
asal usul
•
Menghargai
leluhur
•
Melestarikan
budaya
•
Memanfaatkan
hasil bumi
No comments:
Post a Comment