Wednesday, August 30, 2023

Nilai-nilai Kearifan Budaya Daerah Asal yang Relavan Menjadi Penguatan Karakter Murid Sebagai Individu Sekaligus Sebagai Anggota Masyarakat

Sosio-kultural di Daerah Asal


    Di dalam lingkungan pendidikan khususnya di sekolah, yang memiliki beberapa komponen, salah satunya pendidik dan peserta didik tidak akan lepas dari sosio-kultural daerah tersebut. Sosio-kultural sudah menjadi kodrat alam yang terbentuk dari adat istiadat bermasyarakat.

Terdapat beberapa konsep yang dapat diimplementasikan kepada peserta didik kaitannya antara konteks lokal sosial budaya dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Diantaranya adalah:

  • 1.      Peserta didik menyandang kodrat alam
  • 2.      Peserta didik mampu menghargai perbedaan
  • 3.      Peserta didik mampu menemukan makna hidup
  • 4.      Peserta didik mampu menghargai leluhur

 

            Peserta didik menyandang kodrat alam

Kembali ke filosofis Ki Hajar Dewantara bahwa anak menyandang kodrat alam, seperti budaya, karakteristik dan lingkungan. Kodrat alam tersebut bahkan sudah melekat pada diri anak sebelum ia masuk ke lingkup sekolah

Pendidik tidak menghilangkan kodrat alam anak

Sebagai seorang pendidik yang bertatap muka dengan anak setelah masuk lingkungan sekolah, pendidik perlu menyadari bahwa anak bukan kertas kosong yang dengan bebas mau dicoret dengan tinta warna apa. Pendidik tidak memiliki hak untuk mengubah apalagi menghilangkan kodrat alam anak.

·         Pendidik mengeksplor kodrat alam anak yang dibawanya

Alih-alih mengubah kodrat anak sesuka tujuan pembelajaran, tetapi pendidik justru diharuskan untuk mengeksplor kodrat alam anak yang telah tersedia. Pendidik dapat menggali minat dan bakat  anak agar dapat berkembang lebih baik. Potensi anak yang ada merupakan kodrat alam yang tidak perlu diubah-ubah.

Misalnya, anak dengan postur tubuh yang ideal dan tinggi, dipaksa untuk mengikuti latihan bola kaki, sedangkan anak tidak berminat sama sekali, dia lebih suka menggambar atau melukis. Maka walau pendidik merasa anak pantas untuk menekuni bidang olah raga, tetapi pendidik tidak dipernankan memaksa. Justru bakat anak melukis yang harus dikembangkan agar menemukan potensi diri yang lebih hebat lagi.

                        Peserta didik mampu menghargai perbedaan

Suku, adat dan budaya di sekolah yang majemuk menuntut pendidik untuk menuntun peserta didiknya agar saling menghargai. Menghargai dalam semua aspek di lingkup sekolah dan Masyarakat. Bukan hanya peserta didik yang wajib memiliki etika menghargai, tetapi juga gurunya sebagai pendidik wajib memiliki attitude baik dalam menerapkan budaya saling menghargai.

      Menghargai perbedaan budaya dan adat

Mengingat kemajemukan keluarga besar di lingkup sekolah, yang datang dari berbagai lokasi, saling menghargai perbedaan mutlak diterapkan. Pendidik perlu memberi pemahaman bahwa perbedaan bukanlah celah untuk mencela satu sama lain. Berbeda adalah warna, dan warna-warni itu indah.

      Tidak saling merundung (bully)

Sebisa mungkin lingkungan sekolah itu nol perundungan atau bullying. Biasanya pelaku bully menganggap perkataannya hanya bercanda, tetapi kita tidak pernah tau sekuat atau selemah apa mental seseorang. Maka, seperti apapun bentuknya perkataan atau sikap merendahkan itu tidak ada sisi baiknya. Jika saling menghargai sudah dapat diterapkan, maka aksi perundungan dapat diminimalisir. 

      Menampilkan budaya dengan percaya diri

Demi memperkuat kecintaan terhadap budaya daerah dan melestarikannya agar tidak punah, maka menampilkan atau menyelenggarakan pameran budaya itu perlu dilaksanakan. Selenggarakan event apapun itu, dan menyisipkan tampilan budaya.

Contohnya:

1.      Pada acara perayaan hari kemerdekaan, diadakan juga karnaval budaya dengan iring-iringan yang mengenakan pakaian adat. Kegiatan ini telah terselenggara di Kabupaten Buru, di Kecamatan Lolong Guba dan Waeapo contohnya.

2.      Pada acara Hari PGRI, biasanya diadakan upacara peringatan dan ditutup dengan acara makan-makan makanan tradisional Buru. Banyak ragamnya, dari makanan berkarbohidrat sebagai manakan pokok, sampai lauk-pauk hasil laut.

3.      Pada acara-acara yang diselenggarakan di sekolah seperti pada saat porseni, sekolah dapat menampilkan kelompok-kelompok untuk menarikan tarian tradisional. Cara ini juga untuk mempererat kecintaan terhadap budaya di daerah ini.

                        Peserta didik mampu menemukan makna hidup

Memang benar bahwa guru mendidik saat ini, tetapi detik ini bukannya akhir dari kehidupan. Sangat diharapkan bahwa apa yang guru implementasikan saat ini, dapat bermanfaat kelak. Maka, guru perlu kiranya mampu menuntun peserta didik untuk menemukan makna hidupnya.

Makna hidup, tidak semata-mata hanya soal materi belaka. Makna hidup juga perkara kesejahteraan batiniah.

Salah satu cara memaknai hidup dalam lingkup sekolah adalah pendidik menuntun peserta didiknya untuk dapat mengolah dan memanfaatkan hasil bumi di daerahnya untuk kebutuhan hidup.

 

      Pendidik menuntun untuk mengolah hasil bumi daerah setempat

Alam yang kaya, perlu sumber daya manusia agar tidak terbuang sia-sia atau malah dikuasai oleh orang asing. Sedemikian banyak hasil bumi di Kabupaten Buru, terdapat tanaman sederhana yang mudah untuk dibudidayakan, ditanam dan diolah di sekolah. Contohnya tanaman singkong, yang mana banyak berbagai makanan olahan singkong yang biasa menjadi makanan sumber karbo di Buru ini.

Menanam singkong di lahan sekolah yang tidak butuh luas. Singkong dapat diolah menjadi keripik, embal, direbus, dikolak dan lain-lain.

Soal memanfaatkan hasil bumi ini juga menuai polemik. Terdapat peserta didik yang memang berasal dari keluarga pemanfaat hasil bumi atau petani. Peserta didik di pesisir, tidak sedikit yang meninggalkan sekolah demi memetik cengkih dan pala. Dilema juga, tidak sekolah akan tertinggal, tidak ke kebun maka tidak memiliki uang untuk sekolah. Hal ini bukan Cuma melibatkan guru sebagai penyelesaian. Tetapi juga pimpinan sekolah, bimbingan konseling, orang tua tentunya. Penanaman pemahaman tentang pendidikan perlu disosialisasikan untuk orang tua dan anggota keluarga tentunya.

      Pendidik menuntun untuk menemukan makna dari hasil

Selain memanfaatkan hasil bumi, pendidik perlu menuntun peserta didiknya untuk menemukan makna berkelanjutan dari hasil bumi tersebut. Misalnya mengajari untuk mengolah, memasarkan dan diberi pencerahan seperti apa untuk perkembangan ke depan.

Peserta didik mampu menghargai leluhur

Disadari bahwa sebelum kita hidup, ada leluhur yang lebih dulu membentuk adat, budaya, lingkungan yang menjadi kodrat ala manak. Perlu sekiranya anak dapat menghargai leluhur, para pahlawan termasuk pahlawan pendidikan. Maka peserta didik diarahkan untuk menghargai leluhur beserta adat istiadatnya.

Beberapa contoh cara menghargai leluhur adalah:

·         Mengheningkan cipta dan berdoa untuk arwah pahlawan

·         Berziarah ke makam pahlawan dan guru-guru yang telah wafat

·         Mengunjungi peninggalan sejarah di daerah setempat

 

Kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid sesuai konteks lokal sosial budaya di daerah

Dari penjabaran di atas maka dapat diambil kesimpulan kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dapat menebalkan laku peserta didik sesuai konteks lokal budaya adalah sebagai berikut:

      Menghargai asal usul

      Menghargai leluhur

      Melestarikan budaya

      Memanfaatkan hasil bumi

 

 


No comments:

Post a Comment

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan Program Gaya Hidup Berkelanjutan untuk Kelas VII di SMP PGRI Mako

Proses P5 Gaya Hidup Berkelanjutan dengan memanfaatkan limbah gelas plastik Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan kegiata...