Monday, October 9, 2023

Study Kasus Budaya Positif

Ilustrasi murid bahagia di kelas. Lokasi: SMP PGRI Mako 

 


Di dalam ruang kolaborasi Modul 1.4 Pendidikan Guru Penggerak, kami diminta untuk menganalisis  kasus sebagai simulasi. Terdapat 4 kasus simulasi yang harus dianalisis. Dalam ulasan kali ini, akan menganalisis satu demi satu pada setiap kasusnya.

Study kasus ini diperuntukkan agar guru mampu menganalisis kasus dan dapat mengambil keputusan. Budaya positif yang diterapkan adalah menanamkan nilai-nilai kebajikan.

Study Kasus I

Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba mendekati kedua murid perempuan tersebut dan menegur mereka dengan halus, namun ketiganya tetap berlaku tidak pantas. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol. Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan restitusi? Fifi dan Natali sempat berdebat sedikit, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan kalau mereka ingin melakukannya, dan menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan dengan restitusi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Keduanya mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelas dengan teman-teman sekelasnya tentang bagaimana seharusnya sikap mereka dalam menjalan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling menghormati, serta mengusulkan mengirim email kepada Ibu Eni tentang keputusan mereka tersebut. Mereka pun akan memberitahu Ibu Eni bahwa mereka akan mengusulkan kepada Kepala Sekolah agar kali waktu ketiadaan guru, agar Ibu Eni yang menggantikan dan pada kesempatan itu mereka dapat menunjukkan sikap yang lebih santun.

Setelah menelaah kasus di atas dapat disimpulkan bahwa Ibu Santy telah melakukan langkah-langkah restitusi yang tepat. Dapat dilihat dari caranya menyelesaikan masalah melalui proses.

1.       Pertama menstablikan identitas: Ibu Santy menanyakan tentang laporan Ibu Eny terlebih dahulu sebagai acuan menyelesaian masalah. Di sini artinya Ibu Santy memastikan dahulu atas kebenaran laporan tersebut tanpa menyudutkan pihak terlapor.

2.       Berikutnya Validasi tindakan: Dapat dilihat pada tindakan Ibu Santy yang menanyakan apa yang dapat mengganti tindakan tidak hormat kepada Ibu Eny.

3.       Menanyakan Keyakinan: Dapat dilihat dari cara Ibu Santy  meminta Fifi dan Natali untuk meminta maaf kepada Ibu Eny

Analisis berikutnya tentang restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali. Langkah-langkah sudah sesuai sebab melalui perundingan bersama teman sekelas mengenai keyakinan kelas.
Langkah-langkah restitusi yang diusulkan yaitu: Menstabilkan identitas, validasi tindakan dan menanyakan keyakinan

Kemudian analisis dari sudut pandang Ibu Eny. Ibu Eny sebagai pengganti guru matematika saat itu bertindak pada posisi sebagai teman sebab Ibu Eny tidak serta-merta menghukum Fifi dan Natali. Ibu Eny mendekati Fifi dan Natali terlebih dahulu dalam mengingatkan pentingnya mengerjakan tugas.

  Berikutnya bagaimana jika saya adalah Pak Hasan/ kepala sekolah. Saya merasa langkah yang diambil Ibu Santy sudah sesuai langkah-langkah segitiga restitusi dan berbagi hal positif kepada teman sejawat.

Study Kasus II

Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna putih. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu. Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam dan warna sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”. Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar dapat tetap mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak usah bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.

Dari kasus kedua ini, dapat disimpulkan bahwa sikap posisi yang diambil Pak Lukaman adalah sebagai penghukum. Sebab Pak Lukman memberikan hukuman yang serta-merta.

Indikatornya yaitu:

  1. Pak Lukman tidak menerima alasan apapun yang diutarakan Sabrina.
  2. Pak Lukman memberi hukuman.
  3. Pak Lukman tidak menjalankan langkah-langkah restitusi.

Seharusnya Pak Lukman mengambil posisi sebagai manager dalam menyelesaikan kasus Sabrina di atas. Posisi manager adalah posisi paling ideal di antara semua posisi. Jika Pak Lukman Pemposisikan diri sebagai manager maka sikap Pak Lukman akan menanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

  1. Apa alasan kamu datang terlambat?
  2. Mengapa kamu memakai sepatu selain warna hitam?
  3. Tidakkah kamu tahu terkait keyakinan sekolah tidak memperbolehkan murid mengenakan sepatu selain warna hitam?
  4. Apakah kamu yakin tidak akan melanggar keyakinan sekolah lagi?
  5. Siapa yang dapat membantu kamu untuk tidak datang terlambat lagi dan mengenakan pakaian/sepatu yang sesuai?

Jika saya adalah kepala sekolah, nilai kebajikan yang ingin dituju dengan aturan sepatu harus berwarna hitam adalah:

  1. Nilai disiplin
  2. Dapat menghargai diri sendiri dan orang lain
  3. Tanggung jawab
  4. Kesetaraan
  5. Keserhanaan

Jika saya kepala sekolah pada sekolah tersebut, maka saya akan bersikap sebagai berikut:

  1. Mengganggap sikap Pak Lukman akan menimbulkan rasa trauma dan menanam kebencian.
  2. Meminta Pak Lukman untuk menjalankan langkah-langkah restitusi.
  3. Mengharapkan menanamkan disiplin positif jangka panjang, bukan hukuman sejenak dan tiba-tiba.

Study Kasus III

Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?” Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, sepertinya tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu bagus untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Gak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab, “Gimana sih Fajar, kamu gak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Gak kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.

Sikap posisi yang diambil Ibu Dani dalam kasus di atas adalah sikap membuat rasa bersalah dalam pendekatannya kepada Fajar. Hal ini akan membuat Fajar menyalahkan dirinya sendiri dan tidak percaya diri di kemudian hari. Indikatornya yaitu: Menunjukan kepada fajar apakah tidak kasihan bahwa Ibu Dani sudah mengajar dengan susah payah dan Fajar tidak peduli sama sekali bahkan malah bermalas-malasan di dalam kelas.

Dalam kasus ini, sikap Fajar yang bermalas-malasan di kelas Bahasa Inggris, kebutuhan yang Fajar perlukan adalah kesenangan (fun).

Analisinya yaitu:

  1. Fajar bermalas-malasan menunjukan bahwa ia tidak bahagia.
  2. Fajar tidak termotivasi untuk belajar.

Dari kasus di atas terlihat Ibu Dani memposisikan diri sebagai pembuat rasa bersalah. Maka jika Ibu Dani mengambil posisi sebagai pemantau maka yang akan dilakukan dan dikatakan kepada fajar adalah:

  1. Memperhatikan tindak tanduk Fajar.
  2. Mencari tahu alasan Fajar bermalas-malasan.
  3. Menanyakan apakah bermalas-malasan di kelas itu Fajar  tidak merugi.
  4. Menanyakan apakah Fajar tidak mengetahui konseksuensi jika tidak memperhatikan proses pembelajaran

Jika saya adalah kepala sekolah di sana maka akan mengambil tindak lanjut sebagai berikut:

  1. Menggali informasi tentang tingkah anak yang bermalas-malasan di kelas.
  2. Memanggil Fajar dan Ibu Dani untuk mencari jalan keluar.
  3. Menanyakan kepada Fajar tentang pandangannya terkait pelajaran Bahasa Inggris.
  4. Mencerna apakah memang Fajar tidak menyukai pelajaran tersebut atau strategi pembelajarannya yang tidak sesuai dengan karakteristik Fajar.

Study Kasus IV

Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Kepala Sekolah, Ibu Suti menanyakan Dino tentang Keyakinan Sekolah yang telah disepakati, yaitu tentang sikap saling menghormati. Ibu Suti melanjutkan bertanya apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, apa kebutuhan Anto dalam peristiwa ini? Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki pak. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah dia bersedia menjahitkan kembali ketiga kancing Anto tersebut? Kesal, Dino menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau gimana menjahit pak.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino menyetujui dan sepanjang siang itu belajar menjahit dan memperbaiki kemeja Anto. Terakhir terlihat pada jam pulang sekolah kedua anak laki-laki tersebut sudah bercengkrama dan bersenda gurau kembali.

Dari analisis kasus di atas posisi kontrol yang diambil Ibu Suti adalah sebagai manager. Kesimpulannya adalah:

  1. Ibu Suti mampu menyadarkan murid (Dino dan Anto) untuk mengakui kesalahannya.
  2. Ibu Suti meminta Dino untuk bertanggung jawab memperbaiki kancing baju Anto.
  3. Ibu Suti mampu meng-handle emosi kedua murid yang sedang berkonflik hingga dapat akur kembali.

Tampak Ibu Suti tidak berpihak pada siapa pun pada kasus di atas. Justru Ibu Suti menguatkan satu sama lain. Ibu Suti menguatkan Dino dan Anto melalui langkah-langkah restitusi.

Menstabilkan identitas dengan pernyataan:

       Melakukan kesalahan itu manusiawi.

       Mempertahankan diri itu juga penting.

Validasi tindakan dengan pernyataan:

       Sepertinya kamu begitu marah.

Menanyakan keyakinan dengan pertanyaan/pernyataan:

        Apa yang harus dilakukan Dino untuk menebus kesalahannya?

       Dapatkan kamu/Dino memperbaiki kancing baju Anto

       Kamu dapat belajar dari bapak Guru untuk menjahit kancing baju tersebut.

Pada kasus di atas nilai kebajikan yang dituju adalah:

  1. Saling menghormati
  2. Bertanggung jawab
  3. Peduli
  4. Mandiri

Demikian analisis study kasus yang mana kasus tersebut secara tidak langsung ada yang merasakannya di dalam realita. Pelajarannya adalah murid bukan dibuat bertobat dari sebuah hukuman dan ketakutan. Tetapi rasa sadar yang tumbuh dari hati, jiwa dan dalam diri itu sendiri. Maka yang dibutuhkan adalah kesadaran jangka panjang, bukan hukuman sejenak saja.

 

 



No comments:

Post a Comment

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan Program Gaya Hidup Berkelanjutan untuk Kelas VII di SMP PGRI Mako

Proses P5 Gaya Hidup Berkelanjutan dengan memanfaatkan limbah gelas plastik Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan kegiata...