|
Ilustrasi murid bahagia di kelas. Lokasi: SMP PGRI Mako |
Di dalam ruang kolaborasi Modul 1.4 Pendidikan Guru Penggerak,
kami diminta untuk menganalisis kasus sebagai simulasi. Terdapat 4 kasus
simulasi yang harus dianalisis. Dalam ulasan kali ini, akan menganalisis satu
demi satu pada setiap kasusnya.
Study kasus ini diperuntukkan agar guru mampu menganalisis
kasus dan dapat mengambil keputusan. Budaya positif yang diterapkan adalah menanamkan
nilai-nilai kebajikan.
Study Kasus I
Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga
tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu
Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali,
mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya,
tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba mendekati
kedua murid perempuan tersebut dan menegur mereka dengan halus, namun ketiganya
tetap berlaku tidak pantas. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah
mengobrol. Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta
menanyakan tentang laporan Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia
melakukan restitusi? Fifi dan Natali sempat berdebat sedikit, namun pada
akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu
boleh saja dilakukan kalau mereka ingin melakukannya, dan menanyakan kembali,
apa yang mereka bisa lakukan dengan restitusi? Baik Fifi maupun Natali mengakui
bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Keduanya mengusulkan
bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelas dengan teman-teman
sekelasnya tentang bagaimana seharusnya sikap mereka dalam menjalan keyakinan
kelas, terutama tentang sikap saling menghormati, serta mengusulkan mengirim
email kepada Ibu Eni tentang keputusan mereka tersebut. Mereka pun akan
memberitahu Ibu Eni bahwa mereka akan mengusulkan kepada Kepala Sekolah agar
kali waktu ketiadaan guru, agar Ibu Eni yang menggantikan dan pada kesempatan
itu mereka dapat menunjukkan sikap yang lebih santun.
Setelah menelaah kasus di atas dapat disimpulkan bahwa Ibu
Santy telah melakukan langkah-langkah restitusi yang tepat. Dapat dilihat dari
caranya menyelesaikan masalah melalui proses.
1.
Pertama menstablikan identitas:
Ibu Santy menanyakan tentang laporan Ibu Eny terlebih dahulu sebagai acuan
menyelesaian masalah. Di sini artinya Ibu Santy memastikan dahulu atas kebenaran
laporan tersebut tanpa menyudutkan pihak terlapor.
2.
Berikutnya Validasi tindakan:
Dapat dilihat pada tindakan Ibu Santy yang menanyakan apa yang dapat mengganti
tindakan tidak hormat kepada Ibu Eny.
3.
Menanyakan Keyakinan: Dapat
dilihat dari cara Ibu Santy meminta Fifi
dan Natali untuk meminta maaf kepada Ibu Eny
Analisis berikutnya tentang restitusi yang diusulkan Fifi
dan Natali. Langkah-langkah sudah sesuai sebab melalui perundingan bersama
teman sekelas mengenai keyakinan kelas.
Langkah-langkah restitusi yang diusulkan yaitu: Menstabilkan identitas,
validasi tindakan dan menanyakan keyakinan
Kemudian analisis dari sudut pandang Ibu Eny. Ibu Eny
sebagai pengganti guru matematika saat itu bertindak pada posisi sebagai teman
sebab Ibu Eny tidak serta-merta menghukum Fifi dan Natali. Ibu Eny mendekati
Fifi dan Natali terlebih dahulu dalam mengingatkan pentingnya mengerjakan
tugas.
Berikutnya bagaimana jika saya adalah Pak
Hasan/ kepala sekolah. Saya merasa langkah yang diambil Ibu Santy sudah
sesuai langkah-langkah segitiga restitusi dan berbagi hal positif kepada teman
sejawat.
Study Kasus II
Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai
di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari
kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di
depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna
putih. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan
sepatu. Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam
dan warna sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna
hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin
kembali pulang karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada
peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar
peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya.
Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai
peraturan”. Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar
dapat tetap mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang
kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar
peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan
sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak usah bersepatu saja seharian di sekolah.
Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun
dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman.
Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak
berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.
Dari kasus kedua ini, dapat disimpulkan bahwa sikap
posisi yang diambil Pak Lukaman adalah sebagai penghukum. Sebab Pak Lukman memberikan
hukuman yang serta-merta.
Indikatornya
yaitu:
- Pak Lukman tidak menerima
alasan apapun yang diutarakan Sabrina.
- Pak Lukman memberi hukuman.
- Pak Lukman tidak menjalankan
langkah-langkah restitusi.
Seharusnya Pak Lukman mengambil posisi sebagai manager dalam
menyelesaikan kasus Sabrina di atas. Posisi manager adalah posisi paling ideal
di antara semua posisi. Jika Pak Lukman Pemposisikan diri sebagai manager maka
sikap Pak Lukman akan menanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
- Apa alasan kamu datang
terlambat?
- Mengapa kamu memakai sepatu
selain warna hitam?
- Tidakkah kamu tahu terkait
keyakinan sekolah tidak memperbolehkan murid mengenakan sepatu selain
warna hitam?
- Apakah kamu yakin tidak akan
melanggar keyakinan sekolah lagi?
- Siapa yang dapat membantu
kamu untuk tidak datang terlambat lagi dan mengenakan pakaian/sepatu yang
sesuai?
Jika saya adalah kepala sekolah, nilai kebajikan yang
ingin dituju dengan aturan sepatu harus berwarna hitam adalah:
- Nilai disiplin
- Dapat menghargai diri sendiri
dan orang lain
- Tanggung jawab
- Kesetaraan
- Keserhanaan
Jika saya kepala sekolah pada sekolah tersebut, maka saya
akan bersikap sebagai berikut:
- Mengganggap
sikap Pak Lukman akan menimbulkan rasa trauma dan menanam kebencian.
- Meminta
Pak Lukman untuk menjalankan langkah-langkah restitusi.
- Mengharapkan
menanamkan disiplin positif jangka panjang, bukan hukuman sejenak dan
tiba-tiba.
Study Kasus III
Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di
papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan
tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3.
Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju
ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku,
sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo
Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk
kembali, kira-kira siapa yang bisa?” Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal
seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, sepertinya tidak
memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu bagus untuk
pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh ibu Dani, Fajar hanya
menjawab, “Gak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab, “Gimana sih Fajar, kamu gak
kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Gak kasihan sama
Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.
Sikap posisi yang diambil Ibu Dani dalam kasus di atas
adalah sikap membuat rasa bersalah dalam pendekatannya kepada Fajar. Hal ini
akan membuat Fajar menyalahkan dirinya sendiri dan tidak percaya diri di
kemudian hari. Indikatornya
yaitu: Menunjukan kepada fajar apakah tidak kasihan bahwa Ibu Dani sudah
mengajar dengan susah payah dan Fajar tidak peduli sama sekali bahkan malah
bermalas-malasan di dalam kelas.
Dalam kasus ini, sikap Fajar yang bermalas-malasan di
kelas Bahasa Inggris, kebutuhan yang Fajar perlukan adalah kesenangan (fun).
Analisinya yaitu:
- Fajar
bermalas-malasan menunjukan bahwa ia tidak bahagia.
- Fajar
tidak termotivasi untuk belajar.
Dari kasus di atas terlihat Ibu Dani memposisikan diri
sebagai pembuat rasa bersalah. Maka jika Ibu Dani mengambil posisi sebagai
pemantau maka yang akan dilakukan dan dikatakan kepada fajar adalah:
- Memperhatikan tindak tanduk
Fajar.
- Mencari tahu alasan Fajar
bermalas-malasan.
- Menanyakan apakah
bermalas-malasan di kelas itu Fajar
tidak merugi.
- Menanyakan apakah Fajar tidak
mengetahui konseksuensi jika tidak memperhatikan proses pembelajaran
Jika saya adalah kepala sekolah di sana maka akan
mengambil tindak lanjut sebagai berikut:
- Menggali informasi tentang
tingkah anak yang bermalas-malasan di kelas.
- Memanggil Fajar dan Ibu Dani
untuk mencari jalan keluar.
- Menanyakan kepada Fajar
tentang pandangannya terkait pelajaran Bahasa Inggris.
- Mencerna apakah memang Fajar
tidak menyukai pelajaran tersebut atau strategi pembelajarannya yang tidak
sesuai dengan karakteristik Fajar.
Study Kasus IV
Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket,
dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi
emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya
terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka
ke ruang kepala sekolah. Ibu Kepala Sekolah, Ibu Suti menanyakan Dino tentang
Keyakinan Sekolah yang telah disepakati, yaitu tentang sikap saling
menghormati. Ibu Suti melanjutkan bertanya apakah Dino bersedia memperbaiki
kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun mengangguk. Kemudian Ibu
Suti balik bertanya kepada Anto, apa kebutuhan Anto dalam peristiwa ini? Anto
menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki pak. Ibu saya akan sangat marah
kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun
kembali bertanya ke Dino apakah dia bersedia menjahitkan kembali ketiga kancing
Anto tersebut? Kesal, Dino menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau gimana menjahit
pak.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino
berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya
siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino
menyetujui dan sepanjang siang itu belajar menjahit dan memperbaiki kemeja
Anto. Terakhir terlihat pada jam pulang sekolah kedua anak laki-laki tersebut
sudah bercengkrama dan bersenda gurau kembali.
Dari analisis kasus di atas posisi kontrol yang diambil
Ibu Suti adalah sebagai manager. Kesimpulannya adalah:
- Ibu
Suti mampu menyadarkan murid (Dino dan Anto) untuk mengakui kesalahannya.
- Ibu
Suti meminta Dino untuk bertanggung jawab memperbaiki kancing baju Anto.
- Ibu
Suti mampu meng-handle emosi kedua murid yang sedang berkonflik hingga
dapat akur kembali.
Tampak Ibu Suti tidak berpihak pada siapa pun pada kasus
di atas. Justru Ibu Suti menguatkan satu sama lain. Ibu Suti menguatkan Dino
dan Anto melalui langkah-langkah restitusi.
Menstabilkan identitas dengan pernyataan:
• Melakukan kesalahan itu manusiawi.
• Mempertahankan diri itu juga penting.
Validasi tindakan dengan pernyataan:
• Sepertinya kamu begitu marah.
Menanyakan keyakinan dengan pertanyaan/pernyataan:
• Apa yang harus
dilakukan Dino untuk menebus kesalahannya?
• Dapatkan kamu/Dino memperbaiki kancing baju Anto
• Kamu dapat belajar dari bapak Guru untuk menjahit kancing
baju tersebut.
Pada kasus di atas nilai kebajikan yang dituju adalah:
- Saling
menghormati
- Bertanggung
jawab
- Peduli
- Mandiri
Demikian analisis study kasus yang mana kasus tersebut
secara tidak langsung ada yang merasakannya di dalam realita. Pelajarannya
adalah murid bukan dibuat bertobat dari sebuah hukuman dan ketakutan. Tetapi
rasa sadar yang tumbuh dari hati, jiwa dan dalam diri itu sendiri. Maka yang
dibutuhkan adalah kesadaran jangka panjang, bukan hukuman sejenak saja.